Pendidikan adalah tonggak setiap
manusia untuk menentukan kemana langkah selanjutnya diambil, pendidikan juga
mempengaruhi suatu negara untuk maju dan bersaing dengan negara yang
lain. Seharusnya kita bangga dengan kekayaan alam yang melimpah di negara kita
dan tidak dipunyai oleh negara yang lain. Karena negara kita negara kepulauan
yang memiliki keanekaragaman alam yang berbeda beda, namun dengan pendidikan
yang belum memadai seperti negara lain kita tidak bisa mengembangkan atau
mengolah sumber daya alam yang melimpah tersebut
Pendidikan menjadi faktor utama
suatu negara bisa berkembang atau maju, bila pendidikan rendah itu membuat
masyarakat menjadi bodoh dan miskin. Itulah yang terjadi di negara kita, dengan
tingkat kesadaran pendidikan yang rendah membuat negara ini susah untuk maju,
semua itu memang didasari dengan banyak faktor, misalnya biaya, sarana
pendidikan, tenaga pengajar, lokasi dll
Sebagai contoh pendidikan kurang di Indonesia itu adalah banyaknya
anak sekolah yang belum mendapatkan pendidikan yang layak. Dan
banyaknya anak yang buta huruf, ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk memberikan rakyatnya pendidikan
yang layak dan murah. Pendidikan yang terjadi di Indonesia termasuk mahal
karena banyak masyarakat hanya bisa menyekolahkan anaknya paling tinggi
setingkat SMA. Bahkan di daerah pedalaman setingkat SMP saja sudah bagus. Itu
yang membuat negara kita menjadi kurang maju, disebabkan sumber daya manusianya
belum memiliki pendidikan yang bisa bersaing dengan negara lain.
Untuk menciptakan pendidikan
seperti di negara yang maju masih perlu waktu yang panjang dan perlu penanganan
yang serius dari pemerintah. Bagaimana menciptakan pendidikan bagus kalau
pemerintahnya sendiri tidak memberikan sarana dan pendukung yang memadai dan
dijadikan tempat untuk korupsi.
Menurut survey sarana pendidikan
sekarang ini dijadikan tempat untuk berkorupsi yang besar bagi para guru atau
pengelolanya. Dan masyarakat banyak yang mengalami keresahan dan kekecewaan
atas pendidikan anaknya. Sarana bantuan dari pemerintah tidak sampai kepada
masyarakat dan entah kemana sosialisasinya. Dan sekarang ini banyak guru yang
mengalami peningkatan ekonomi secara signifikan sebagai contoh gambaran secara
kasar setiap guru SD sekarang rata rata memiliki kendaraan roda 4. Orang tua
juga mengeluhkan adanya biaya biaya tambahan yang setiap minggunya di gunakan
untuk pendidikan, seperti pengadaan buku, seragam, kegiatan dll. Dengan tingkat
ekonomi masyarakat yang belum stabil itu sangat memberatkan para orangtua. Dan
pada akhirnya anaknya tidak bisa melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih
tinggi. Itu membuat SDM yang tercipta menjadi rendah.
Bila negara kita mempunyai SDM yang berkualitas, disiplin dan
pendidikan yang bermutu pasti Indonesia tidak akan kalah dengan negara lain seperti jepang, korea,
singapura dll. Memang diakui sarana pendidikan mulai di berikan dengan baik
tetapi sekali lagi biaya yang menjadi kendalanya.
Sekarang sudah terjadi
pengelompokan pendidikan, bila orang tua kaya maka pendidikan anaknya akan
tinggi bahkan sampai sekolah diluarnegeri, tetapi untuk yang kurang mampu tidak
ada bantuan pemerintah dalam menyikapi fenomena tersebut. Pemerintah masih
bingung dalam mengatasi korupsi yang menjamur di negara ini
Kita kadang miris melihat banyak
anak anak yang di daerah pedalaman hanya ingin bersekolah harus berjalan kaki
sejauh 30 kilo meter, dan itu harus melalui sungai. Pendidikan didaerah
pedalaman sangat kurang sekali, lagi lagi peran pemerintah yang segera membuat
anak pedalaman tidak bedanya dengan anak kota yang bisa memiliki sarana
pendidikan yang layak.
Karena banyak lahir potensi yang
cemerlang terlahir dari anak pedalaman yang bisa mengharumkan bangsa, Itulah
permasalah pendidikan yang terjadi di negara kita, sebagai anak bangsa kita
harus bersemangat dan terus berjuang untuk mendapatkan ilmu semaksimal mungkin,
karena dengan ilmu hidup kita akan terjamin. Pendidikan itu sangat penting
sekali dalam kehidupan manusia, dengan pendidikan yang bagus kita bisa
mengarahkan kemana langkah kita untuk maju. Bila masyarakat maju maka negara
juga ikut maju, untuk itu walaupun sarana pendidikan masih berbeda dengan
negara lain kita harus bangga dan terus berjuang supaya menjadi anak bangsa
yang tangguh.
Pemerataan
pendidikan
Dalam suatu wilayah negara dapat dibagi menjadi dua wilayah
berdasarkan keberadaan sarana, prasarana, kualitas pendidikan dan juga tingkat
ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Dua wilayah tersebut biasa disebut
Perkotaan dan Pedesaan. Dari segi pendidikan Wilayah Perkotaan umumnya lebih
maju ketimbang wilayah Pedesaan. Perbedaan pendidikan ini bukan hanya terletak
pada materi pembelajarannya, melainkan juga teknik operasional pendidikan yang
menjadi alat untuk menunjang pendidikan seperti bangunan, fasilitas belajar
mengajar, SDM pengelolah sekolah yang cenderung terlihat bahwa sekolah pedesaan
masih tertinggal jauh dibandingkan sekolah di wilayah perkotaan.
Pendidikan di Indonesia memang
masih kurang merata. Banyak daerah di Indonesia yang masih belum mendapat
pendidikan yang memadai. Selain itu masyarakat Indonesia yang kurang mampu juga
belum bisa mendapat pendidikan dengan mudah. Pendidikan hanya dirasakan oleh
masyarakat yang mampu dan berada di kota-kota besar. Ini tentu saja
bertentangan dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945 yaitu Pemerintah berkewajiban
untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna
meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia.
Untuk itu, agenda penting yang
harus menjadi prioritas adalah peningkatan pemerataan pendidikan, terutama bagi
kelompok masyarakat miskin dan masyarakat terpencil yang berjumlah sekitar 38,4
juta atau 17,6 persen dari total penduduk Indonesia.
Diantara beberpa solusi yang kami tawarkan untuk pemerataan
pendidikan tersebut adalah:
- Dinas
pendidikan harus mengontrol sekolah di desa dan di kota. Pihak berwenang
harus terjun kelapangan untuk melihat keadaan kongkrit pendidikan tersebut
baik dari segi fasilitas, sarana dan prasarana, metode belajar mengajar
agar tidak terjadi kesenjangan antara sekolah di desa dan di kota.
- Setelah
mengentrol pendidikan di desa dan di kota Pemerintah mengambil tindakan
cepat untuk mengatur pemerataan kualitas pendidikan, mulai tenaga guru,
fasilitas, yang dengan sendirinya akan menciptakan kesetaraan pendidikan
antarsekolah di suatu wilayah.
- Seharusnya
guru-guru berkualitas disebar ke sekolah-sekolah, termasuk sekolah yang
kualitasnya kurang, agar mereka bisa memacu rekan-rekannya sesama guru
untuk meningkatkan kompetensinya.
- Pemerintah
juga seharusnya memberikan tunjangan
insentif bagi guru yang mengajar di desa terpencil. Dan bagi guru yang
tidak ingin mengajar dipedesaan seharusnya diberi hukaman atau peringatan.
- Pemerintah seharusnya memberikan beasiswa bagi siswa-siswi yang
kurang mampu. Baik itu di tingkat SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi.
Bagi mahasiwa penerima beasiswa diharuskan mengabdi di desa masing-masing
untuk meningkatkan pendidikan di desa.
Apabila sudah ada pemerataan seperti itu, sekolah-sekolah yang
kualitasnya kurang dengan sendirinya akan mampu meningkatkan kualitasnya,
sekaligus mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas dan kompeten.
Indosiar.com, Jakarta, Homeschooling (Sekolah Rumah) saat ini mulai menjadi salah satu
model pilihan orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya dalam bidang pendidikan.
Pilihan ini muncul karena adanya pandangan para orang tua tentang kesesuaian
minat oleh anak-anaknya. Homeschooling ini banyak dilakukan di kota-kota besar,
terutama oleh mereka yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri.
Di Indonesia keberadaan
homeschooling sudah mulai menjamur di Jakarta dan kota besar lainnya. Untuk
tahap pertama, keberadaan proses belajar dan mengajar model rumahan ini belum
menuai minat dari khalayak umum.
Namun kini, keberadaannya justru
banyak dimanfaatkan kalangan menengah keatas, seperti artis, dan kalangan
entertainer. Tak jarang didapati diantaranya kalangan olahragawan, atlit
nasional juga kalangan biasa yang menginginkan rumah sebagai ruang kelas.
"Saya ingin anak saya tidak
tertinggal pelajaran karena aktifitas modelnya. Konsentrasi untuk belajar dan
menimba ilmu tetap saya prioritaskan kepada Ayu," ujar Tini, orang tua
dari Ayu, murid SMU di homeschooling milik Seto Mulyadi ketika dihubungi.
Jadwal luar sekolahnya yang lebih
panjang serta konsentrasi belajar sempat membuatnya khawatir. Untuk mengatur
jadwal Ayu yang berprofesi sebagai model, sulit disesuaikan dengan jadwal
sekolah pada umumnya, hingga sempat membuatnya tertinggal satu smester.
Sementara, pilihan homeschooling
merupakan keinginan belajar dari Ivan, murid SMU di tempat sama. "Dia memang
inginnya di rumah, kebetulan keinginan orang tua juga, supaya Iwan bisa kita
kontrol," ujar Ike sang bunda.
Model Pengembangan Sistem
Pendidikan
Homeschooling (Sekolah rumah),
menurut Direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
Ella Yulaelawati, adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur
dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar mengajar
pun berlangsung dalam suasana yang kondusif.
Tujuannya, agar setiap potensi
anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Rumusan yang sama juga
dipegang oleh lembaga-lembaga pendidik lain yang mulai menggiatkan sarana
penyediaan program homeschooling.
Ada beberapa alasan mengapa para
orang tua di Indonesia lebih memilih sekolah rumah. Kecendrungannya antara
lain, bisa menekankan kepada pendidikan moral atau keagamaan, memperluas
lingkungan sosial dan tentunya suasana belajar yang lebih baik, selain
memberikan pembelajaran langsung yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang
tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.
Menurut Ela Yuliawati, pandangan
ini memberikan pengertian luas kepada setiap orang untuk lebih mengekspresikan
keinginan dan kemampuan dalam menimba ilmu, tidak hanya di lingkungan yang
dinamakan sekolah. Bahkan kesempatan mendapatkan ilmu yang lebih juga memiliki
peluang besar sejalan dengan perkembangan pendidikan.
Hal ini yang kemudian membuat
homeschooling dipilih sebagai salah alternatif proses belajar mengajar dalam
perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Hingga kemudian model homeschooling
(Sekolah Rumah) dimasukan dalam revisi UU pendidikan no 20 tahun 2003.
Penerapan Homeschooling
Menurut Seto Mulyadi, Ketua
Komnas Anak, kemunculan homeschooling sebagai salah satu alternatif memang
perlu dibuktikan keberhasilannya sebagai sebuah kompetisi proses menimba
melalui sistem non formal.
Secara etimologis, home schooling
(HS) adalah sekolah yang diadakan di rumah. Meski disebut home schoooling,
tidak berarti anak akan terus menerus belajar di rumah, tetapi anak-anak bisa
belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar
nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah. Keunggulan
secara individual inilah yang memberi makna bagi terintegrasinya mata pelajaran
kepada peserta didik.
Seto mengatakan, perlunya
dukungan penuh dari orang tua untuk belajar, menciptakan pembelajaran yang
kreatif dan menyenangkan, dan memelihara minat dan antusias belajar anak.
Karena dibalik kemudahan, Sekolah rumah juga memerlukan kesabaran orangtua,
kerja sama antaranggota keluarga, dan konsisten dalam penanaman kebiasaan.
Seto menampik sejumlah mitos yang
dinilainya keliru tentang homeschooling selama ini. Misalnya, anak kurang
bersosialisasi, orang tua tidak bisa menjadi guru, orang tua harus tahu
segalanya, orang tua harus meluangkan waktu 8 jam sehari, waktu belajar tidak
sebanyak waktu belajar sekolah formal, anak tidak terbiasa disiplin dan
seenaknya sendiri, tidak bisa mendapatkan ijazah dan pindah jalur ke sekolah
formal, tidak mampu berkompetisi, dan homeschooling mahal. "Itu
keliru," ucapnya.
Ada beberapa klasifikasi format
homeschooling, yaitu:
1. Homeschooling tunggal
Dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.
Dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.
2. Homeschooling majemuk
Dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlit tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama
Dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlit tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama
3. Komunitas homeschooling
Gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.
Gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.
Alasan memilih komunitas
homeschooling antara lain:
- Terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar
- Tersedia fasilitas pembelajaran yang lebih baik misalnya: bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium, fasilitas olah raga dan kesenian
- Ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan
- Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk saling mengajar sesuai keahlian masing-masing
- Sesuai untuk anak usia di atas 10 tahun
- Menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat informasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk standardisasi
- Terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar
- Tersedia fasilitas pembelajaran yang lebih baik misalnya: bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium, fasilitas olah raga dan kesenian
- Ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan
- Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk saling mengajar sesuai keahlian masing-masing
- Sesuai untuk anak usia di atas 10 tahun
- Menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat informasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk standardisasi
Tantangan homeschooling
Dalam perkembangannya,
homeschooling juga menghadapi beberapa tantangan, yaitu:
1. Homeschooling tunggal
- Sulitnya memperoleh dukungan/tempat bertanya, berbagi dan berbanding keberhasilan
- Kurang tempat sosialisasi untuk mengekspresikan diri sebagai syarat pendewasaan
- Orang tua harus melakukan penilaian hasil pendidikan dan mengusahakan penyetaraannya
- Sulitnya memperoleh dukungan/tempat bertanya, berbagi dan berbanding keberhasilan
- Kurang tempat sosialisasi untuk mengekspresikan diri sebagai syarat pendewasaan
- Orang tua harus melakukan penilaian hasil pendidikan dan mengusahakan penyetaraannya
2. Homeschooling majemuk
- Perlu kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu
- Perlu ahli dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran” orang tua harus tetap ada
- Anak-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus menyesuaikan/menerima lingkungan lainnya dengan dan menerima “perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri
- Orang tua masing-masing penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri penyetaraannya
- Perlu kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu
- Perlu ahli dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran” orang tua harus tetap ada
- Anak-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus menyesuaikan/menerima lingkungan lainnya dengan dan menerima “perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri
- Orang tua masing-masing penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri penyetaraannya
3. Komunitas homeschooling
- Perlunya kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu yang dapat dilaksanakan bersama-sama
- Perlunya pengawasan yang professional sehingga diperlukan keahlian dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran” orang tua harus tetap ada
- Anak-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus harus juga bisa menyesuaikan dengan lingkungan lainnya dan menerima “perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri.
- Perlunya kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu yang dapat dilaksanakan bersama-sama
- Perlunya pengawasan yang professional sehingga diperlukan keahlian dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran” orang tua harus tetap ada
- Anak-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus harus juga bisa menyesuaikan dengan lingkungan lainnya dan menerima “perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri.
Kekuatan homeschooling
Sebagai sebuah pendidikan
alternatif, homeschooling juga mempunyai beberapa kekuatan dan kelemahan.
Kekuatan/kelebihan homeschooling adalah:
- Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas individual bukan pembelajaran secara klasikal
- Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual semaksimal mungkin sehingga tidak selalu harus terbatasi untuk membandingkan dengan kemampuan tertinggi, rata-rata atau bahkan terendah
- Terlindungi dari “tawuran”, kenakalan, NAPZA, pergaulan yang menyimpang, konsumerisme dan jajan makanan yang malnutrisi
- Lebih bergaul dengan orang dewasa sebagai panutan
- Lebih disiapkan untuk kehidupan nyata
- Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi/olahraga keluarga
- Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam dunia nyata disertai kebebasan berpendapat, menolak atau menyepakati nilai-nlai tertentu tanpa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman atau nilai kurang
- Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi dan lingkungan sosial
- Masih memberikan peluang berinteraksi dengan teman sebaya di luar jam belajarnya
- Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas individual bukan pembelajaran secara klasikal
- Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual semaksimal mungkin sehingga tidak selalu harus terbatasi untuk membandingkan dengan kemampuan tertinggi, rata-rata atau bahkan terendah
- Terlindungi dari “tawuran”, kenakalan, NAPZA, pergaulan yang menyimpang, konsumerisme dan jajan makanan yang malnutrisi
- Lebih bergaul dengan orang dewasa sebagai panutan
- Lebih disiapkan untuk kehidupan nyata
- Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi/olahraga keluarga
- Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam dunia nyata disertai kebebasan berpendapat, menolak atau menyepakati nilai-nlai tertentu tanpa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman atau nilai kurang
- Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi dan lingkungan sosial
- Masih memberikan peluang berinteraksi dengan teman sebaya di luar jam belajarnya
Sedangkan kelemahan homeschooling
adalah:
- Anak-anak yang belajar di
homeschooling kurang berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai status
sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di
masyarakat
- Sekolah merupakan tempat belajar yang khas yang dapat melatih anak untuk bersaing dan mencapai keberhasilan setinggi-tingginya
- Homeschooling dapat mengisolasi peserta didik dari kenyataan-kenyataan yang kurang menyenangkan sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan individu
- Apabila anak hanya belajar di homeschooling, kemungkinan ia akan terisolasi dari lingkungan sosial yang kurang menyenangkan sehingga ia akan kurang siap untuk menghadapi berbagai kesalahan atau ketidakpastian
- Sekolah merupakan tempat belajar yang khas yang dapat melatih anak untuk bersaing dan mencapai keberhasilan setinggi-tingginya
- Homeschooling dapat mengisolasi peserta didik dari kenyataan-kenyataan yang kurang menyenangkan sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan individu
- Apabila anak hanya belajar di homeschooling, kemungkinan ia akan terisolasi dari lingkungan sosial yang kurang menyenangkan sehingga ia akan kurang siap untuk menghadapi berbagai kesalahan atau ketidakpastian
Prasyarat keberhasilan
homeschooling
Agar homeschooling dapat
dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam belajar, maka ada
beberapa prasyarat keberhasilan dalam menyelenggarakan homeschooling, yaitu:
- Kemauan dan tekad yang bulat
- Disiplin belajar-pembelajaran yang dipegang teguh
- Ketersediaan waktu yang cukup
- Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran
- Kemampuan orang tua mengelola kegiatan
- Ketersediaan sumber belajar
- Dipenuhinya standar yang ditentukan
- Ditegakkannya ketentuan hukum
- Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya
- Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna
- Terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara homeschooling
- Tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif (misalnya dalam bentuk portofolio dan kolokium)
- Disiplin belajar-pembelajaran yang dipegang teguh
- Ketersediaan waktu yang cukup
- Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran
- Kemampuan orang tua mengelola kegiatan
- Ketersediaan sumber belajar
- Dipenuhinya standar yang ditentukan
- Ditegakkannya ketentuan hukum
- Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya
- Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna
- Terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara homeschooling
- Tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif (misalnya dalam bentuk portofolio dan kolokium)
Orang Tua, Guru Juga Teman
Lalu, apa yang yang perlu
diperhatikan oleh orang tua dalam menyelenggarakan sekolah rumah? Seto
mengatakan, orang tua harus menjadikan anak sebagai teman belajar dan
menempatkan diri sebagai fasilitator. ""Orang tua harus memahami
bahwa anak bukan orang dewasa mini," tuturnya.
"Anak," kata Seto, "Perlu
bermain. Itu yang perlu dipahami oleh orang tua. Karena itu pula, orang tua
tidak boleh arogan dengan menempatkan diri sebagai guru, tapi belajar bersama.
Kalau tidak siap dengan itu, menurut Seto, lebih baik jangan menyelenggarakan
sekolah rumah."
"Orang tua, tetap perlu
terus menambah pengetahuan. Tidak mesti menguasai semua jenis ilmu, yang
penting, memiliki pemahaman tentang anak. Bila orang tua kurang mengerti
pelajaran biologi atau matematika, misalnya, orang tua bisa mendatangkan guru untuk
pelajaran tersebut dan belajar bersama anak. Dengan demikian, anak akan merasa
tidak lebih rendah, tapi sebagai sahabat dalam belajar," ungkap Kak Seto
menambahkan.
Bagaimana dengan kedua orang tua
yang bekerja sehingga merasa tidak punya waktu untuk memberikan pembelajaran
kepada anak dalam menyelenggarakan homeschooling? Seto mengatakan, "itu
tidak boleh menjadi alasan."
"Sesibuk apa pun orang tua,
tetap harus punya waktu untuk anak. Kalau tidak punya waktu, jangan punya
anak," ucap psikolog yang juga menyelenggarakan homeschooling bagi anak
sulungnya itu.
Pembelajaran sekolah rumah
sebaiknya menyesuaikan dengan standar kompetensi yang telah ditentukan oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Ini agar sejalan dengan pertumbuhan dan
kemampuan anak, di samping dapat diikutkan dalam evaluasi dan ujian yang
diselenggarakan secara nasional.
Standar kompetensi menjadi
panduan yang harus dimiliki seorang anak pada kelas tertentu. Anak kelas VI SD
atau setara, misalnya, minimal sudah harus menguasai pelajaran matematika sampai
batas tertentu pula. "Standar kompetensi ini," kata Seto, "Dapat
diperoleh di Dinas Pendidikan yang ada di daerah masing-masing."
Evaluasi bagi anak yang mengikuti
homeschooling dapat dilakukan dengan mengikutkan pada ujian Paket A yang setara
dengan SD atau Paket B setara SMP. "Pada dasarnya," kata Seto,
"Evaluasi tersebut dapat pula dilakukan dengan menginduk ke sekolah formal
yang ada." Menurutnya, seharusnya ini bisa dilakukan karena sekolah rumah
bukan sekolah liar. Kiranya para orang tua harus berkaca diri dulu sebelum
menyelenggarakan sekolah rumah bagi sang buah hati. (Her/rev)
TEMPO.CO , Jakarta: Kasus kecurangan dan kelalaian penyelenggaraan
Ujian Negara masih marak terjadi di Jakarta. "Laporannya banyak sekali
yang masuk ke kami dari Jakarta," kata Sekretaris Jenderal Forum Serikat
Guru Indonesia, Retno Listyarti, Selasa, 16 April 2013.
Ia mengaku belum merekap aduan saking banyaknya yang memberikan laporan. "Jumlahnya gelondongan (banyak), baru kami rekap usai UN berakhir," ujarnya.
di Jakarta, Modus kelalian yang masih banyak terjadi adalah tertukarnya soal ujian dan keterlambatan soal ujian serta kecurangan seperti membantu siswa mengerjakan dan membocorkan kunci jawaban. Modus kelalaian FSGI dalam konferensi pers. Modusnya antara lain keterlambatan soal, kekurangan soal, soal yang tertukar, dan rendahnya kualitas lembar jawaban UN. "Kertas tipis dan mudah sobek, ada kasus sampai bolong kertas," ujarnya.
Keluhan semacam ini diungkapkan seorang siswa SMA Negeri 13 Jakarta. Ia mengeluh kertas lembar jawaban Ujian Nasional mudah sobek. "Lembar jawaban terlalu tipis, kalau dihapus langsung ilang si ABCD," ujar Anita Laksana (18 th) siswa kelas XII IPS SMAN 13 Jakarta Utara. Kepala Sekolah SMA Dharma Putra Tanjung Priok Jakarta Utara mengaku menemukan sejulah soal yang cacat.
Tak hanya kelalaian, FSGI menemukan kecurangan pengerjaan soal UN di sejumlah daerah. "Beredarnya kunci jawaban masih terus terjadi," kata dia. Menurut Retno, kunci jawaban diperoleh dengan membeli patungan seharga Rp 100 ribu – Rp 250 ribu. "Satu paket kunci jawaban Rp 8 juta," ujarnya.
Kecurangan lain adalah kunci jawaban yang diedarkan sekolah sesaat sebelum UN berlangsung atau sekolah membetulkan jawaban yang dikerjakan siswa. Lembar jawaban baru diantar pukul 15.00 WIB, telat dua jam dari waktu penyerahan. "Ini disepakati untuk memberi waktu membetulkan jawaban siswa," ujarnya.
FSGI meminta penyelenggaraan UN dihentikan tahun ini. "Biayanya tinggi, tapi kualitas pendidikan tak mampu diukur," ujarnya. Apalagi, kelalaian penyelenggaraan tahun ini kacau balau, sehingga merugikan aspek psikologis pelaku UN. "Jutaan peserta UN stres berat."
Ia mengaku belum merekap aduan saking banyaknya yang memberikan laporan. "Jumlahnya gelondongan (banyak), baru kami rekap usai UN berakhir," ujarnya.
di Jakarta, Modus kelalian yang masih banyak terjadi adalah tertukarnya soal ujian dan keterlambatan soal ujian serta kecurangan seperti membantu siswa mengerjakan dan membocorkan kunci jawaban. Modus kelalaian FSGI dalam konferensi pers. Modusnya antara lain keterlambatan soal, kekurangan soal, soal yang tertukar, dan rendahnya kualitas lembar jawaban UN. "Kertas tipis dan mudah sobek, ada kasus sampai bolong kertas," ujarnya.
Keluhan semacam ini diungkapkan seorang siswa SMA Negeri 13 Jakarta. Ia mengeluh kertas lembar jawaban Ujian Nasional mudah sobek. "Lembar jawaban terlalu tipis, kalau dihapus langsung ilang si ABCD," ujar Anita Laksana (18 th) siswa kelas XII IPS SMAN 13 Jakarta Utara. Kepala Sekolah SMA Dharma Putra Tanjung Priok Jakarta Utara mengaku menemukan sejulah soal yang cacat.
Tak hanya kelalaian, FSGI menemukan kecurangan pengerjaan soal UN di sejumlah daerah. "Beredarnya kunci jawaban masih terus terjadi," kata dia. Menurut Retno, kunci jawaban diperoleh dengan membeli patungan seharga Rp 100 ribu – Rp 250 ribu. "Satu paket kunci jawaban Rp 8 juta," ujarnya.
Kecurangan lain adalah kunci jawaban yang diedarkan sekolah sesaat sebelum UN berlangsung atau sekolah membetulkan jawaban yang dikerjakan siswa. Lembar jawaban baru diantar pukul 15.00 WIB, telat dua jam dari waktu penyerahan. "Ini disepakati untuk memberi waktu membetulkan jawaban siswa," ujarnya.
FSGI meminta penyelenggaraan UN dihentikan tahun ini. "Biayanya tinggi, tapi kualitas pendidikan tak mampu diukur," ujarnya. Apalagi, kelalaian penyelenggaraan tahun ini kacau balau, sehingga merugikan aspek psikologis pelaku UN. "Jutaan peserta UN stres berat."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar