PEMBUATAN
KEJU SECARA FERMENTASI OLEH BAKTERI Lactococcus lactis, Streptococcus
thermophillus DAN Leuconostoc mesenteroides
Kualitas keju
hasil fermentasi dipengaruhi oleh banyak faktor dan masing-masingnya memberikan
kontribusi terhadap tekstur maupun citarasa keju.
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan melakukan optimasi jumlah dan jenis
inokulum, variasi inokulum, suhu dan kadar garam serta dilanjutkan dengan
pembuatan keju hasil optimasi dengan variasi lama pemeraman. Masing-masing
optimasi dilakukan secara bertahap dan menggunakan tiga jenis bakteri
(Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis dan Leuconostoc mesenteroides.
Hasil
pengukuran terhadap susu yang digunakan sebagai bahan mentah memiliki kadar
protein 3,19%, lemak 3,91% dan pH 6,5. Umur inokulum ditentukan dengan membuat
kurva pertumbuhan masing-masing jenis bakteri dan untuk menentukan kualitas keju
yang dihasilkan dilakukan uji organoleptik dan analisis GC-MS (Gas
Chromatography-Mass Spectrophotometry). Parameter yang diukur selama fermentasi
adalah pH, konsentrasi asam laktat, lama fermentasi dan uji organoleptik.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa inokulum terbaik untuk fermentasi keju adalah kultur campuran
tiga jenis bakteri dengan konsentrasi 10% (Streptococcus thermophillus,
Lactococcus lactis dan Leuconostoc mesenteroides dengan perbandingan 3:1:2) dan
umur masing-masing inokulum berturut-turut adalah 6 jam, 4 jam dan 8 jam. Hasil
optimasi terhadap suhu fermentasi menunjukkan bahwa fermentasi yang dilakukan
pada suhu 30°C menghasilkan dadih paling cepat yaitu pada jam ke-22 dengan pH
4,1. Berdasarkan optimasi yang dilakukan terhadap kadar garam dengan variasi
perlakuan 0,2%, 0,4% dan 0,6% diketahui bahwa kadar garam 0,2% menghasilkan
angka organoleptik tertinggi sebesar 4,1. Angka organoleptik yang tinggi
disebabkan karena keju yang dihasilkan memiliki aroma khas keju dan sedikit
asam. Keju kontrol yang tidak mendapat penambahan garam hanya mampu bertahan
hingga hari kedua dan setelah itu menimbulkan aroma tengik dan berlendir.
Penambahan garam menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang bertahan
hidup. Jumlah mikroorganisme yang bertahan hidup pada penambahan garam 0,6%
menyebabkan penurunan jumlah sel menjadi 2,1 x 10' sel/mL dan pada keju kontrol
terdapat 2,6 x 1013 sel/mL.
Optimasi
pengepresan dapat menghasilkan keju segar dan keju yang mengalami pengepressan
dengan nilai organoleptik kategori disukai panelis (4 dan 4,25).
Hasil GC-MS menunjukkan terjadinya penguraian lemak selama proses pemeraman
keju dan terdapat senyawa-senyawa yang berbeda jenis dan jumlahnya pada
masing-masing keju yang dihasilkan. Senyawa yang dihasilkan pada keju dengan
nilai organoleptik tertinggi adalah asam kaprat (1,57%), asam kaprilat (3,48%),
asam laurat (8,43%), asam miristat (15,51%), asam palmitat (23,29%), asam oleat
(5,57%), asam stearat (9,25%), decanal (1,17%) dan heptadecanol (0,97%).
Sejarah
Asal usul keju
Keju
sudah diproduksi sejak zaman prasejarah.
Tidak ada bukti pasti dimana pembuatan keju pertama kali dilakukan, di Eropa, Asia Tengah, maupun Timur Tengah, tetapi
praktek pembuatan keju menyebar ke Eropa sebelum zaman Romawi Kuno, dan penurut Pliny,
pembuatan keju telah menjadi usaha yang terkoordinasi pada masa Kekaisaran Romawi.Perkiraan
awal adanya pembuatan keju adalah antara 8000 SM (ketika domba mulai diternakkan) sampai
3000 SM. Pembuat keju pertama diperkirakan adalah manusia di Timur Tengah atau
suku-suku nomaden
di Asia Tengah. Bukti arkeologis pertama tentang pembuatan keju ditemukan pada
mural di makam Mesir Kuno, yang dibuat pada 2000 SM.[1]
Yunani dan Romawi Kuno
Mitologi Yunani
Kuno menyebutkan Aristaeus sebagai penemu keju. Odyssey
tulisan Homer (800 SM) mengatakan
bahwa Cyclops
membuat keju dengan menggunakan dan menyimpan susu domba dan kambing.Pada masa Romawi Kuno, keju sudah
menjadi makanan sehari-hari, dan pembuatan keju telah menjadi usaha yang telah
teratur, tidak jauh berbeda dengan pada masa kini. De Re Rustica tulisan
Columella
(65 M) menceritakan pembuatan keju dengan rennet, proses menghilangkan kandungan
air, penggaraman, dan proses penuaan. Natural History
karya Pliny
(77 M) memiliki bab (XI, 97) yang menjelaskan berbagai jenis keju yang
dikonsumsi oleh orang Romawi
pada awal Kekaisaran Romawi.
Eropa zaman pertengahan
Macam-macam
keju
Keju
dibedakan pertama-tama dari cara pembuatan. Ada dua kelompok besar keju: keju
segar dan keju padat. Keju segar tidak mengalami proses pemasakan
dan pengepresan. Warnanya putih dan dimakan seperti mentega: dioleskan, atau
jika dipadatkan ia dikemas dalam air. Termasuk ke dalam jenis ini adalah Mozarella.Keju
padat, sebaliknya, dibuat dengan pemadatan, pemanasan, pengepresan, dan, yang
paling menentukan, pematangan. Keju yang belum lama mengalami pematangan dapat
disebut sebagai keju muda. Semakin lama, ia menjadi keju tua. Keju padat
biasanya kering, untuk diiris atau dilelehkan.
Walaupun
sulit untuk menyebutkan semua macam keju berikut dipaparkan beberapa keju
populer. Di Prancis umpamanya, pada beberapa daerah setiap desa memiliki keju
khas sendiri-sendiri, sehingga sulit untuk menyebutkannya secara lengkap
Keju Belanda Keju
asal negeri Belanda yang terkenal adalah Gouda dan Edam. Keduanya dinamai dari
nama tempat. Kedua jenis keju ini adalah keju "muda" (usia pemasakan
singkat, empat bulan). Rasanya netral. Bentuk kemasan Gouda yang khas adalah
seperti bulatan gepeng berlapis "kulit" warna merah atau kuning.
Keju Swiss Keju
Swiss yang khas dikenal karena memiliki banyak rongga-rongga udara di dalamnya.
Rongga-rongga ini terbentuk sewaktu proses pematangan, akibat akumulasi karbondioksida dalam tahap
pematangan. Dua jenis yang populer adalah Emmental dan Appenzell. Keju Emmental
matang setelah penyimpanan minimal empat bulan, memiliki rasa manis. Keju ini
dapat diparut lalu dipanaskan dalam oven sebagai penutup schotel.
Appenzell dijual dalam berbagai umur kematangan, tetapi pasti lebih dari enam
minggu. Keju ini lebih beraroma dan rasanya lebih kuat dan lebih asin. Jenis lainnya adalah Gruyère, dengan
rasa lebih kuat daripada Appenzell, yang cocok untuk fondue
serta menemani roti dan
anggur.
Keju Spanyol Keju
Manchego memiliki kulit berwarna hitam. Keju biri-biri dari La Mancha ini bila
berumur dua bulan disebut curado, selanjutnya disebut viejo (keju
dalam bahasa Spanyol).
Keju ini memiliki rasa rempah dan gurih, dan biasa dimakan bersama minyak zaitun, buah kurma, atau selai.
Keju
Italia Keju
lunak Italia yang dikenal adalah Pecorino, yang lebih pedas dari Manchego. Keju
Parmesan dan Pecorino biasa dipakai menemani pasta. Mozarella adalah keju segar
yang biasa dimakan untuk sarapan.
Pembuatan
keju
Walaupun
ada ratusan jenis keju yang diproduksi di seluruh dunia, namun keju secara
mendasar dibuat dengan cara yang mirip. Keju memiliki gaya dan rasa yang
berbeda-beda, tergantung jenis air susu yang digunakan, jenis bakteri atau jamur yang dipakai dalam fermentasi, lama proses
fermentasi maupun penyimpanan ("pematangan"). Faktor lain misalnya
jenis makanan yang dikonsumsi oleh mamalia penghasil susu dan proses pemanasan
susu.
Dalam
pembuatan keju, tahap pertama setelah air susu diperoleh, susu kemudian dipasteurisasi. Ini adalah
proses yang umum. Ada pula beberapa produsen yang membuat keju dari susu
"mentah", dengan pemanasan 40ーC berulang-ulang, namun banyak produsen
yang menyangsikan proses ini karena alasan higiene. Perempuan hamil tidak
diperkenankan makan keju dari susu "mentah".
Keju
dibentuk dari susu dengan menghilangkan kandungan airnya dengan menggunakan
kombinasi rennet dan pengasaman. Bakteri juga digunakan pada pengasaman
susu untuk menambahkan tekstur
dan rasa pada keju. Pembuatan
keju tertentu juga menggunakan jamur.
Produksi
Keju
Untuk
kebanyakan keju yang diproduksi di seluruh dunia, digunakan susu sapi, akan tetapi
susu dari hewan lain, terutama kambing dan domba juga banyak digunakan.
Kualitas susu yang digunakan di (semi-) industri pembuatan keju dikontrol
dengan ketat di Eropa. Mayoritas keju dibuat dari susu dengan perlakuan panas
atau susu pasteurisasi (baik penuh, rendah lemak, maupun tanpa lemak). Jika
non-pasteurisasi susu yang digunakan, keju harus dimatangkan (dengan cara
diperam) paling sedikit selama 60 hari pada suhu tidak kurang dari 4 °C untuk
memastikan keamanan melawan organisme yang membahayakan (patogen). Persyaratan
pasteurisasi susu yang digunakan untuk membuat keju varietas khusus diatur
berbeda di setiap negara.
Pembuatan
keju melibatkan sejumlah tahapan yang umum untuk kebanyakan tipe keju.
Susu
keju diberi perlakuan pendahuluan, bisa berupa pematangan awal setelah
penambahan kultur bakteri yang tepat untuk setiap tipe keju, dan dicampur
dengan rennet.
Aktivitas
enzim pada rennet menyebabkan susu terkoagulasi menjadi jelly padat yang
dikenal dengan koagulum. Jelly ini dipotong dengan alat pemotong khusus menjadi
kubus-kubus kecil sesuai ukuran yang diinginkan – ditempat pertama untuk
memfasilitasi pengeluaran whey. Selama periode proses pembuatan dadih (curd),
bakteri tumbuh dan membentuk asam laktat, dan butiran-butiran dadih dikenai perlakuan
mekanik dengan alat pengaduk, sementara itu pada saat yang bersamaan dadih
dipanaskan menurut seting program.
Kombinasi
efek dari tiga perlakuan ini – pertumbuhan bakteri, perlakuan mekanik, dan
perlakuan panas – menghasilkan sineresis, yaitu pemisahan whey dari
butiran-butiran dadih. Dadih yang telah selesai diletakkan dalam cetakan keju
yang terbuat dari metal, kayu atau plastik, yang menentukan bentuk keju akhir.
Keju
dipres, baik oleh beratnya sendiri atau pada umumnya dengan mempergunakan
tekanan terhadap cetakan. Perlakuan selama permbuatan dadih dan pengepresan
menentukan karakteristik keju. Aroma keju yang sesungguhnya ditentukan selama
pematangan keju.
Langkah-langkah
berbeda dalam pembuatan keju dibahas di bawah ini.
Pasteurisasi
Sebelum
pembuatan keju yang sesungguhnya dimulai, susu biasanya menjalani perlakuan
pendahuluan yang dirancang untuk menciptakan kondisi optimum untuk produksi.
Susu
yang diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan pematangan lebih dari
sebulan sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi, tetapi biasanya tetap
dipasteurisasi.
Susu
yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus dipasteurisasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang membutuhkan periode pematangan
lebih dari sebulan tidak harus dipasteurisasi di kebanyakan negara.
Susu
yang diperuntukkan untuk Emmenthal, Parmesan dan Grana asli,
beberapa tipe keju ekstra keras, tidak boleh dipanaskan melebihi 40°C, agar
tidak mempengaruhi rasa, aroma, dan pengeluaran whey. Susu yang diperuntukkan
untuk keju tipe ini biasanya berasal dari peternakan pilihan dengan inspeksi
ternak secara rutin oleh dokter hewan.
Walaupun
keju terbuat dari susu yang tidak terpasteurisasi diyakini memiliki rasa dan
aroma lebih baik, kebanyakan produser (kecuali pembuat keju tipe ekstra keras)
mempasteurisasi susu, karena kualitas susu yang tidak dipasteurisasi jarang
dapat dipercaya sehingga mereka tidak mau mengambil risiko untuk tidak
mempasteurisasinya.
Pasteurisasi
harus cukup untuk membunuh bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju,
misalnya coliforms, yang bisa membuat “blowing” (perusakan tekstur)
lebih dini dan rasa tidak enak. Pateurisasi reguler pada 72 – 73°C selama 15 –
20 detik paling sering dilakukan.
Meskipun
demikian, mikroorganisme pembentuk spora (spore-forming microorganism)
yang dalam bentuk spora, tahan terhadap pasteurisasi dan dapat menyebabkan
masalah serius selama proses pematangan. Salah satu contohnya adalah Clostridium
tyrobutyricum, yang membentuk asam butirat dan volume gas hidrogen yang
besar dengan memfermentasi asam laktat. Gas ini menghancurkan tekstur keju
sepenuhnya (“blowing”), selain itu asam butirat juga tidak enak rasanya.
Perlakuan
panas yang lebih sering akan mengurangi risiko seperti tersebut di atas, tetapi
juga akan merusak sifat-sifat umum keju yang terbuat dari susu, sehingga
digunakan cara lain untuk mengurangi bakteri tahan panas.
Secara
tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah ditambahkan dalam susu keju
sebelum produksi. Hal ini untuk mencegah “blowing” dan perkembangan rasa tidak
enak yang disebabkan oleh bakteri tahan panas dan pembentuk spora (terutama Clostridium
tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling sering digunakan adalah sodium
nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi keju Emmenthal , hidrogen peroksida
(H2O2) juga
digunakan. Meskipun demikian, karena penggunaan bahan kimia telah banyak
dikritik, maka cara mekanis untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang tidak
diinginkan telah diadopsi, terutama di negara-negara dimana penggunaan
inhibitor kimia dilarang.
Biakan
Biang
Dua
tipe utama biakan yang digunakan dalam pembuatan keju:
·
biakan mesophilic
dengan suhu optimum antara 20 dan 40 °C
·
biakan thermophilic
yang berkembang sampai suhu 45 °C
Biakan
yang paling sering digunakan adalah biakan turunan campuran (mixed-strain),
dimana dua atau lebih turunan bakteri mesophilic dan thermophilic berada
dalam simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Biakan ini tidak hanya
memproduksi asam laktat tetapi juga komponen aroma dan CO2.
Karbondioksida sangat penting untuk menciptakan rongga-rongga di tipe keju
butiran dan tipe “mata bundar (round-eyed) ”. Contohnya keju Gouda,
Manchego dan Tilsiter dari biakan mesophilic dan Emmenthal
dan Gruyère dari biakan thermophilic .
Biakan
turunan tunggal (single-strain) terutama digunakan ketika obyek dipakai
untuk mengembangkan asam dan berkontribusi terhadap degradasi protein, misalnya
pada keju Cheddar dan tipe keju yang sejenis.
Tiga
sifat biakan biang yang paling penting dalam pembuatan keju yaitu:
·
kemampuan
memproduksi asam laktat
·
kemampuan
memecah protein dan, jika memungkinkan,
·
kemampuan
memproduksi karbondioksida
Tugas
utama biakan adalah mengembangkan asam dalam dadih
Ketika
susu mengental, sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam koagulum dan kemudian
dalam keju. Perkembangan asam menurunkan pH yang penting untuk membantu
sineresis (kontraksi koagulum disertai dengan pengurangan whey).
Selanjutnya,
garam kalsium dan phosphor dilepaskan, yang mempengaruhi konsistensi keju dan
membantu meningkatkan kekerasan dadih.
Fungsi
penting lain yang dilakukan oleh bakteri pemroduksi asam adalah menekan bakteri
yang tahan pasteurisasi atau rekontaminasi bakteri yang membutuhkan laktosa
atau tidak bisa mentolerir asam laktat.
Produksi
asam laktat berhenti ketika semua laktosa dalam keju (kecuali pada keju tipe
lembut) telah terfermentasi. Biasanya fermentasi asam laktat merupakan proses
yang relatif cepat. Pada beberapa tipe keju, seperti Cheddar, fermentasi
harus lengkap sebelum keju dipres, dan pada tipe lain dalam seminggu.
Jika
biakan juga mengandung bakteri pembentuk CO2, pengasaman dadih disertai dengan
produksi karbondioksida, melalui aksi bakteri pemfermentasi asam sitrat. Biakan
turunan campuran dengan kemampuan mengembangkan CO2 sangat penting untuk produksi keju dengan
tekstur lubang-lubang bundar atau seperti bentuk mata yang tidak beraturan. Gas
yang berkembang awalnya terlarut dalam fase moisture keju; ketika larutan menjadi
jenuh, gas dilepaskan dan membentuk mata-mata. Proses pematangan pada keju
keras dan semi-keras merupakan efek kombinasi proteolitik dimana enzim asli
dari susu dan dari bakteri dalam biakan, bersama dengan enzim rennet,
menyebabkan dekomposisi protein.
Penambahan
lain sebelum pembuatan dadih
Kalsium
Klorida (CaCl2 )
Jika
susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka koagulum akan halus.
Hal ini menyebabkan hilangnya “ fines ” (kasein) dan lemak, serta
sineresis yang buruk selama pembuatan keju.
5-20
gram kalsium klorida per 100 kg susu biasanya cukup untuk mencapai waktu
koagulasi yang konstan dan menghasilkan kekerasan koagulum yang cukup.
Kelebihan penambahan kalsium klorida bisa membuat koagulum begitu keras
sehingga sulit untuk dipotong.
Untuk
produksi keju rendah lemak, dan jika secara sah diijinkan, disodium fosfat (Na2PO4), biasanya
10-20 g/kg, bisa kadang-kadang ditambahkan dalam susu sebelum kalsium klorida
ditambahkan. Hal ini meningkatkan elastisitas koagulum karena pembentukan
koloid kalsium fosfat (Ca3(PO4)2),
yang akan memiliki efek hampir sama dengan tetesan lemak susu yang terperangkap
dalam dadih.
Karbondioksida
(CO2)
Penambahan
CO2 adalah salah satu cara untuk memperbaiki
kualitas susu keju. Karbondioksida terjadi secara alami dalam susu, tetapi
kebanyakan hilang dalam pemrosesan. Penambahan karbondioksida dengan buatan
berarti menurunkan pH susu; pH asli biasanya berkurang 0.1 sampai 0.3 unit. Hal
ini kemudian akan menghasilkan waktu koagulasi yang lebih singkat. Efek ini
bisa digunakan untuk mendapatkan waktu koagulasi yang sama dengan jumlah rennet
yang lebih sedikit.
Saltpetre
(NaNO3 atau KNO3)
Masalah
fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri asam butirat (Clostridia)
dan/atau bakteri coliform.
Saltpetre
(sodium atau potassium nitrate) bisa digunakan untuk menghadapi
bakteri jenis ini, tetapi dosisnya harus ditentukan secara akurat dengan
merujuk pada komposisi susu, proses yang digunakan untuk keju jenis ini, dan
lain-lain; karena saltpetre yang terlalu banyak juga akan menghambat
pertumbuhan biang. Overdosis saltpetre bisa mempengaruhi pematangan keju
atau bahkan menghentikan proses pematangan.
Saltpetre
dengan dosis tinggi bisa merubah warna keju, menyebabkan
lapisan-lapisan kemerah-merahan dan rasa yang tidak murni. Dosis maksimum yang
diijinkan sekitar 30 gram saltpetre per 100 kg susu. Dalam dekade
terakhir ini, penggunaan saltpetre dipertanyakan dari sudut pandang kedokteran,
dan juga dilarang di beberapa negara.
Bahan-bahan
pewarna
Warna
keju dalam cakupan yang luas ditentukan oleh warna lemak susu dan melalui
variasi musiman. Warna-warna seperti karoten dan orleana , pewarna anatto
alami, digunakan untuk mengoreksi variasi musiman di negara-negara dimana
pewarnaan diperbolehkan.
Klorofil
hijau (pewarna kontras) juga digunakan, contohnya pada keju blueveined,
untuk mendapatkan warna “pucat” yang kontras dengan birunya biakan mikroorganisme
di keju.
Rennet
Kecuali
untuk tipe-tipe keju segar seperti keju cottage dan guarg dimana
susunya digumpalkan/dikentalkan terutama oleh asam laktat, semua pembuatan keju
tergantung pada formasi dadih oleh aksi rennet atau enzim-enzim sejenis.
Penggumpalan
kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju. Hal ini umumnya dilakukan
dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain juga bisa digunakan, dan juga
pengasaman kasein ke titik iso-elektrik (pH 4.6-4.7).
Prinsip
aktif pada rennet adalah enzim yang disebut chymosine , dan penggumpalan
terjadi dengan singkat setelah rennet ditambahkan ke dalam susu. Ada beberapa
teori tentang mekanisme prosesnya, dan bahkan saat ini hal tersebut tidak
dimengerti secara menyeluruh. Bagaimanapun juga, hal ini jelas bahwa proses
berjalan dalam beberapa tahapan; secara umum dibedakan sebagai berikut:
·
transformasi
kasein ke parakasein di bawah pengaruh rennet
·
pengendapan
parakasein didalam ion-ion kalsium yang ada
Keseluruhan
proses ditentukan oleh suhu, keasaman, kandungan kalsium susu, dan juga oleh
faktor-faktor lain. Suhu optimum untuk rennet sekitar 40 °C, tetapi dalam
praktik biasanya digunakan suhu yang lebih rendah untuk menghindari kekerasan
yang berlebihan pada gumpalan.
Rennet
diekstrak dari perut anak sapi yang masih muda dan dipasarkan dalam bentuk
larutan dengan kekuatan 1:10000 sampai 1:15000, yang berarti bahwa satu bagian
rennet bisa mengentalkan 10000 – 15000 bagian susu dalam 40 menit pada 35 °C .
Rennet dari bovine (termasuk keluarga sapi) dan babi juga digunakan,
sering dikombinasikan dengan rennet anak sapi (50:50, 30:70, dll). Rennet dalam
bentuk bubuk biasanya 10 kali kekuatan rennet cair.
Pengganti
rennet hewan
Sekitar
50 tahun yang lalu, penelitian dimulai untuk menemukan pengganti rennet hewan.
Hal ini dilakukan terutama di India dan Israel karena penolakan para vegetarian
untuk menerima keju yang dibuat dengan rennet hewan. Di dunia Muslim,
penggunaan rennet babi sudah jelas hukumnya, dimana merupakan alasan penting
yang lebih jauh untuk menemukan pengganti yang sesuai. Ketertarikan produk
pengganti telah tumbuh lebih luas pada tahun-tahun terakhir karena keterbatasan
rennet hewan yang berkualitas bagus.
Ada
dua tipe utama pengganti bahan pengental:
·
enzim
penggumpal dari tanaman
·
enzim
penggumpal dari mikroorganisme
Penelitian
telah menunjukkan bahwa kemampuan penggumpalan pada umumnya baik dengan
persiapan yang dibuat dari enzim tanaman. Satu kelemahan adalah bahwa keju
sering mengembangkan rasa pahit selama penyimpanan.
Berbagai
macam tipe bakteri dan jamur telah diteliti, dan enzim pengentalan yang
diproduksi dikenal dalam berbagai macam nama pasaran. Teknologi DNA telah
digunakan belakangan ini, dan sebuah rennet DNA dengan karakteristik identik
dengan rennet anak sapi saat ini sedang dites secara menyeluruh dengan satu
maksud untuk menjamin persetujuan/penerimaan.
Contoh
sebuah tong keju konvensional pada tahapan-tahapan yang berbeda :
A
: selama pengadukan
B
: selama pemotongan
C
: selama pengeringan whey
D
: selama pengepresan/penekanan
Sumber
:
Dairy
Processing Handbook , Tetrapak Swedia
Pemotongan
gumpalan
Pe-rennet-an
atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30 menit. Sebelum gumpalan
dipotong, sebuah tes sederhana biasanya dilakukan untuk menentukan whey
penghilang kualitas. Biasanya, sebuah pisau ditusukkan pada permukaan gumpalan
susu dan kemudian ditarik perlahan-lahan ke atas sampai terjadi pecahan yang
cukup. Dadih bisa dipertimbangkan siap untuk pemotongan ketika kerusakan seperti
gelas pecah/retak dapat diamati. Pemotongan dengan hati-hati memecah dadih
sampai ke dalam granule dengan ukuran 3-15 mm, tergantung pada tipe keju.
Semakin halus potongan, semakin rendah kandungan air dalam keju yang
dihasilkan.
Pra-pengadukan
Segera
setelah pemotongan, granule dadih sangat sensitif terhadap perlakuan mekanik,
itulah sebabnya pengadukan harus dilakukan dengan lembut, tetapi cukup cepat,
untuk menjaga granule tercampur dalam whey. Sedimentasi dadih di dasar tong
menyebabkan pembentukan bongkahan-bongkahan. Ini membuat kerusakan pada
mekanisme pengadukkan, dimana pasti sangat kuat. Dadih keju rendah lemak
cenderung kuat untuk tenggelam di dasar tong, yang berarti bahwa pengadukannya
harus lebih sering daripada pengadukan untuk dadih keju tinggi lemak.
Bongkahan-bongkahan bisa mempengaruhi tekstur keju, juga menyebabkan hilangnya
kasein dalam whey.
Pra-pengeringan
whey
Untuk
beberapa tipe keju, seperti Gouda dan Edam, diinginkan untuk
membersihkan granule dengan jumlah whey yang banyak sehingga panas bisa
disuplai dengan penambahan langsung air panas ke dalam campuran dadih dan whey,
yang juga dapat merendahkan kandungan laktosa. Beberapa produser juga
mengeringkan whey untuk mengurangi konsumsi energi yang dibutuhkan untuk
pemanasan dadih secara tidak langsung. Untuk setiap tipe keju, sangat penting
bahwa jumlah whey yang sama – biasanya 35%, kadang-kadang sebanyak 50% volume
batch – dikeringkan setiap saat.
Pemanasan/Pemasakan/Pembakaran
Perlakuan
panas diperlukan selama pembuatan keju untuk mengatur ukuran dan pengasaman
dadih. Pertumbuhan bakteri pemroduksi asam dibatasi oleh panas, sehingga
digunakan untuk mengatur produksi asam laktat. Selain efek bakteriologi, panas
juga mendukung pemadatan dadih disertai dengan pengeluaran whey (sineresis).
Tergantung
pada tipe keju, pemanasan bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
·
Dengan steam
di dalam tong/jaket tong saja.
·
Dengan steam
di dalam jaket dikombinasikan dengan penambahan air panas ke dalam campuran
dadih/whey.
·
Dengan
penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey saja.
Waktu
dan suhu untuk pemanasan ditentukan oleh metode pemanasan dan tipe keju.
Pemanasan sampai suhu diatas 40 °C, kadang-kadang disebut pemasakan, biasanya
dilakukan dalam dua tahap. Pada 37 – 38°C aktivitas bakteri asam laktat mesophilic
terhambat, dan pemanasan terhenti untuk mengecek keasaman, setelah itu
pemanasan berlanjut sampai suhu akhir yang diinginkan. Diatas 44 °C bakteri mesophilic
ternon-aktifkan secara keseluruhan, dan mereka mati pada suhu 52 °C antara
10 dan 20 menit.
Pemanasan
melebihi 44 °C biasanya disebut dengan scalding (pembakaran). Beberapa
tipe keju, seperti Emmenthal, Gruyère, Parmesan dan Grana, dibakar
pada suhu setinggi 50 – 56 °C. Hanya bakteri pemroduksi asam laktat yang paling
tahan panas yang bertahan pada suhu ini. Salah satunya adalah Propionibacterium
freudenreichii ssp. shermanii , yang sangat penting dalam pembentukan
karakter keju Emmenthal.
Pengadukan
akhir
Sensitifitas
granule dadih menurun selama proses pemanasan dan pengadukan. Lebih banyak whey
diteteskan dari granule selama periode pengadukan akhir. Hal ini terutama
karena perkembangan asam laktat yang berkesinambungan, juga karena efek mekanis
pengadukan.
Durasi
pengadukan akhir tergantung pada keasaman yang diinginkan dan kandungan air
dalam keju.
Pembersihan
akhir whey dan prinsip-prinsip penanganan dadih
Segera
setelah keasaman dan kekerasan dadih yang diinginkan telah tercapai – dan dicek
oleh produser – sisa whey dibersihkan dari dadih dengan berbagai cara,
tergantung pada tipe keju.
Keju
dengan tekstur granular
Salah
satu cara untuk mengambil whey adalah langsung dari tong keju; hal ini
digunakan terutama dengan membuka tong keju secara manual. Setelah pengeringan
whey, dadih disekop kedalam cetakan. Keju yang dihasilkan memperoleh tekstur
dengan lubang-lubang/mata tidak beraturan, juga disebut tekstur granular,
gambar 14.12. Lubang-lubang tersebut terutama terbentuk karena gas
karbondioksida yang biasanya berkembang dengan biakan biang LD (Lactococcus
lactis, Leuconostoc cremoris dan Lactococcus diacetylactis).
Jika
granule-granule dadih terkena udara sebelum dikumpulkan dan dipress, maka
mereka tidak menyatu secara lengkap; banyak kantong-kantong udara kecil berada
pada bagian dalam keju. Karbondioksida yang terbentuk dan dikeluarkan selama
periode pematangan mengisi dan memperbesar kantong-kantong ini secara bertahap.
Lubang yang terbentuk dengan cara ini berbentuk tak beraturan.
Whey
juga bisa dikeringkan dengan memompa campuran dadih/whey melewati sebuah
saringan yang bergetar atau berputar, dimana granule-granule terpisah dari whey
dan disalurkan langsung ke dalam cetakan. Keju yang dihasilkan memiliki tekstur
granular.
Keju
bermata bundar
Bakteri pemroduksi gas, mirip dengan yang
disebutkan di atas juga digunakan dalam produksi keju bermata bundar, tetapi
prosedurnya agak berbeda.
Menurut
metode yang lebih tua, misal untuk produksi keju Emmenthal, dadih
dikumpulkan dalam kain-kain keju ketika masih dalam whey dan kemudian
ditransfer ke cetakan besar di atas kombinasi meja pengeringan dan pengepresan.
Hal ini menghindarkan kontak dadih pada udara sebelum pengumpulan dan
pengepresan, yang merupakan faktor penting untuk mendapatkan tekstur yang tepat
pada tipe keju yang dimaksud.
Penelitian
tentang pembentukan lubang bundar/bermata bundar telah menunjukkan bahwa ketika
granule dadih dikumpulkan di bawah permukaan whey, dadih mengandung
rongga-rongga mikroskopis. Bakteri biang mengumpul di rongga-rongga kecil yang
terisi whey ini. Gas terbentuk ketika mereka mulai tumbuh, awalnya larut dalam
cairan, tetapi karena pertumbuhan bakteri berlanjut, terjadi penjenuhan lokal
yang menghasilkan formasi lubang-lubang kecil. Selanjutnya, setelah produksi
gas telah berhenti karena kekurangan substrat, difusi menjadi proses yang
paling penting. Hal ini memperbesar beberapa lubang yang telah relatif besar,
sementara lubang-lubang yang paling kecil menghilang. Pembesaran lubang-lubang
yang lebih besar dengan mengorbankan yang lebih kecil merupakan salah satu
konsekuensi hukum tegangan permukaan, yang menyatakan bahwa diperlukan tekanan
gas lebih sedikit untuk memperbesar sebuah lubang besar daripada lubang kecil.
Keju
bertekstur tertutup

Teknik
proses spesifik bisa juga menghasilkan pembentukan rongga-rongga yang disebut
lubang-lubang mekanik. Jika lubang-lubang dalam keju granular atau bermata
bundar memiliki penampakan yang mengkilat, lubang-lubang mekanik memiliki
permukaan bagian dalam yang kasar.
Ketika
keasaman whey telah mencapai sekitar 0.2 – 0.22% asam laktat (sekitar 2 jam
setelah perennetan), whey dikeringkan dan dadih dikenai suatu bentuk penanganan
khusus yang disebut chedarring. Setelah semua whey telah dibersihkan,
dadih dibiarkan untuk pengasaman lanjutan dan penutupan. Selama periode ini,
biasanya 2 – 2.5 jam, dadih dibentuk dalam blok-blok yang dibolak-balik dan
ditumpuk.
Perlakuan
akhir dadih
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, setelah semua whey bebas telah dibersihkan,
dadih bisa ditangani dengan berbagai macam cara, antara lain:
1. ditransfer
langsung ke cetakan (keju granular)
2. pra-pengepresan
ke dalam sebuah blok dan dipotong-potong dengan ukuran yang sesuai untuk
ditempatkan dalam cetakan (keju bermata bundar), atau
3. dikirim ke cheddaring , fase terakhir
dimana meliputi penggilingan ke dalam kepingan-kepingan yang bisa diasinkan
kering dan digelindingkan atau, jika ditujukan untuk keju tipe Pasta Filata ,
ditransfer tanpa diasinkan ke mesin pemasak-pengulur.
Penekanan
(Pengepresan)
Setelah
dicetak atau digelindingkan, dadih dikenai penekanan (pengepresan) akhir,
dengan tujuan empat sekaligus :
·
untuk membantu
pengeluaran whey akhir
·
untuk
memberikan tekstur
·
untuk
membentuk keju
·
untuk
memberikan kulit pada keju-keju dengan periode pematangan yang panjang
Laju
pengepresan dan tekanan yang dilakukan disesuaikan terhadap setiap jenis keju.
Pengepresan seharusnya perlahan-lahan pada mulanya, karena tekanan tinggi yang
awal dapat menekan lapisan permukaan dan mengunci kelembaban dalam
kantong-kantong di badan keju.
Pengasinan/Penggaraman
Pada
keju, seperti pada banyak makanan, garam biasanya berfungsi sebagai bumbu.
Tetapi garam memiliki efek-efek penting yang lain, seperti memperlambat
aktifitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan
keju. Pemberian garam ke dalam dadih menyebabkan lebih banyak kelembaban
dikeluarkan, baik melalui efek osmotik dan efek penggaraman pada protein.
Tekanan osmotik bisa disamakan dengan pembentukan pengisap pada permukaan
dadih, menyebabkan kelembaban tertarik keluar.
Dengan
beberapa pengecualian, kandungan garam keju adalah 0.5 – 2%. Blue cheese dan
varian white pickled cheese (Feta, Domiati), pada umumnya
memiliki kandungan garam 3 – 7%.
Pertukaran
kalsium dengan sodium dalam paracaseinate yang merupakan hasil dari
penggaraman juga memiliki pengaruh positif pada konsistensi keju, yaitu keju
menjadi semakin halus/lembut. Secara umum, dadih yang dikenai garam pada pH 5.3
– 5.6 selama 5 – 6 jam setelah penambahan biakan utama, menyebabkan susu tidak
mengandung zat-zat penghambat bakteri.
Pengasinan
kering
Pengasinan
kering bisa dilakukan baik secara manual maupun mekanik. Garam dituangkan
secara manual dari sebuah ember atau kontainer yang mengandung jumlah yang
cukup, disebarkan secara merata diatas dadih setelah semua whey dibersihkan.
Untuk distribusi yang lengkap, dadih diaduk selama 5 – 10 menit.
Ada
berbagai macam cara untuk mendistribusikan garam pada dadih secara mekanik.
Salah satunya sama dengan yang digunakan untuk dosis garam pada kepingan-kepingan
( chips ) cheddar selama tahap akhir proses melalui mesin cheddaring
yang berkelanjutan.
Pengasinan
dengan air garam
Ada
berbagai macam desain sistem pengasinan dengan air garam, dari yang cukup
sederhana sampai ke yang lebih maju secara teknik. Sekalipun demikian, sistem
yang paling biasa digunakan adalah menempatkan keju di dalam sebuah kontainer
dengan air garam. Kontainer seharusnya ditempatkan dalam sebuah ruangan dingin
dengan suhu sekitar 12 – 14 °C.
CARA MEMBUAT KEJU
Mengasamkam
susu dan membiarkannya menggumpal.
Kemudian
memisahkan cairan dan bagian yang menggumpal.
Bagian
yang menggumpal harus dikeringkan dan dicetak dalam cetakan sampai betul-betul
kering. Lama pengeringan sangat variatif, tergantung pada temperatur dan kelembapan
udara. Hal itu yang membedakan keju dari segi tekstur, warna, dan keharuman.
Tetapi ini tentu hanya berlaku pada keju yang dibuat secara tradisional, bukan
yang diolah di pabrik dengan peralatan modern.
Banyak
sekali jenis keju yang terdapat di seluruh dunia. Ratusan jumlahnya.
Sampai-sampai orang Perancis yang menyebut negaranya sebagai penghasil keju
yang enak-enak, mengatakan, kita bisa makan keju berbeda setiap hari di
Perancis selama setahun, tanpa pernah mengulang jenisnya.
Karena
banyak jenisnya itu kita harus pandai-pandai memilihnya sesuai fungsinya. Dan
tentu yang rasanya yang kita sukai pula. Karena tidak semua keju seharum keju
cheddar atau keju lembaran. Kecuali kalau kita memang pencinta keju betapapun
baunya.
Secara
garis besar, keju dibagi tiga bagian.Keju yang dimasak, Keju yang lembut (soft
cheese), dan keju yang keras (hard cheese). Contoh keju yang lembut adalah
brie, camembert, dan gaperon. Sementara jenis hard cheese adalah ementhal,
edam, gouda, dan cheddar. Jenis keju juga terlihat dari kandungan lemak, warna,
dan teksturnya.
Beberapa jenis keju
Brie
Keju
lembut Perancis ini mengandung 45 persen lemak. Kulitnya putih dan memiliki
bintik-bintik pikmen warna kemerahan. Bila sudah matang betul, bagian dalamnya
betul-betul menyerupai krim. Aromanya cukup tajam.
Cheddar
Keju
ini dibuat di seluruh dunia. Saat muda, aroma keju ini cukup lembut dan
berwarna pucat, tetapi setelah tua, warnanya lebih kuning dan aromanya pun
lebih tajam. Keju Cheddar yang banyak kita kenal dimatangkan dengan dibungkus
kain katun selama beberapa hari di awal masa pematangan, cheddar merupakan
jenis keju yang paling populer di Indonesia
Cream
cheese
Keju
jenis lembut ini dibuat dari krim dan susu. Lemak yang dikandungnya terdiri
dari 45 persen. Bila kandungan lemaknya sampai 65 persen, maka disebut double
cream cheese. Cream cheese biasanya dikemas dalam botol, gelas, stoples, atau
dibungkus kertas yang dijual dalam keadaan beku. Keju krim bisa disajikan
sebagai teman makan roti atau dikocok bersama margarin/mentega dijadikan cheese
cake atau kue-kue lain yang dibuat dari keju.
Edam
Keju
Belanda ini termasuk jenis keras dengan kandungan lemak 40 persen. Biasanya
keju edam yang dibuat untuk ekspor, dikemas dalam kemasan lilin. Teksturnya
cukup elastis sementara keharumannya cukup tajam. Keju edam di Indonesia sangat
terkenal, sering digunakan untuk membuat kue kering keju (kaastengel),
makaroni, atau penganan lain yang membutuhkan keharuman keju yang agak
menyengat. Di supermarket di UK kita jumpai 2 warna kemasannya, merah (not 4
vegetarian) dan hijau (vegetarian).
Emmenthal
Keju
Swis jenis keras ini biasa dibuat dalam ukuran besar seberat 80 kilogram.
Termasuk jenis keju yang dimasak. Karena jenis fermentasinya, keju ini memiliki
lubang-lubang agak besar.
Mozarella
Keju
Italia ini termasuk jenis keju lembut yang mengandung 40 - 50 persen lemak.
Umumnya dibuat dari susu sapi, tetapi aslinya dari susu kerbau dan konon lebih
disukai rasanya. Keju ini di Indonesia lebih sering digunakan untuk membuat
pizza, tetapi sebetulnya bisa digunakan untuk makanan lainnya.
Parmesan
Termasuk
jenis keju Italia yang keras. Kandungan lemaknya 32 persen. Usianya 2- 3 tahun.
Aromanya bukan main tajamnya. Karena itu kadang pemakaiannya dikombinasikan
dengan mozarella karena mozarella kurang tajam aromanya. Keju parmesan usia
muda sering kali diparut halus dan dijadikan keju meja untuk taburan spageti
atau makaroni. Keju parmesan juga lezat dibuat kue kering karena aromanya yang
tajam tadi.
Ricota
Keju
Italia yang termasuk keju lembut ini dibuat dari sapi atau domba. Namun
sekarang dicampur dengan whole milk. Kandungan lemaknya 20 - 30 persen
tergantung dari sebanyak apa susu yang digunakan.
faktor yang dapat membedakan keju:
Asal
susu:
Sebagian
besar keju dibuat dari susu sapi.Tapi banyak juga yang dibuat dari susu domba
(misalnya Feta dari Yunani), kambing, kerbau (misalnya Mozzarella dari Italia),
bahkan susu unta.Jenis-jenis keju tertentu mensyaratkan susu dari hewan yang
diperah pada pagi/sore hari, atau hanya makan makanan tertentu, atau berasa
dari daerah tertentu saja.
Kadar
lemak
Untuk mendapatkan kadar lemak yang diinginkan,
susu dicampur dengan susu rendah lemak (skimmed) sehingga kadar lemaknya turun,
atau dicampur dengan kepala susu (cream) agar kadar lemaknya naik.
Metoda
penggumpalan atau koagulasi:.
Ada
yang dibuat dengan menggunakan rennet (lambung sapi muda), ada juga yang
menggunakan bakteri yang memiliki sifat mengasamkan susu, ada juga yang
menggunakan keduanya.
Jenis
jamur:
Ada
yang menggunakan jamur putih, kemerahan, dan biru.
Proses
pematangan:
Untuk
mendapatkan rasa, aroma dan penampilan yang khas, setiap jenis keju mengalami
proses pematangan yang berbeda-beda, baik dari sisi lamanya proses (bervariasi
antara 2 minggu sampai 7 tahun), suhu di mana bakal keju dimatangkan, dan
bahan-bahan lain yang ditambahkan ke dalam keju.
Misalnya
keju Appenzell dari Swiss direndam dalam campuran bumbu dan anggur putih selama
beberapa saat, keju Leiden dari Belanda ditambahkan sejenis jintan (cumin),
atau beberapa jenis keju segar yang dibubuhi daun bawang atau biji lada
hijau.Ada jenis keju yang selama proses pematangan diolesi air garam setiap
waktu tertentu, ini membuat kulit keju menjadi keras.Ada juga keju yang
dimatangkan sambil dibungkus kain, kayu, lilin, dan sebagainya, baik hanya
selama beberapa hari maupun sepanjang masa pematangan.Keju Cheddar yang banyak
kita kenal dimatangkan dengan dibungkus kain katun selama beberapa hari di awal
masa pematangan, sementara keju Edamer bahan pembuat kue kaasstengels dibungkus
lilin yang biasanya berwarna merah.Proses pematangan tertentu juga membuat keju
menjadi berlubang-lubang.
Pemrosesan
lebih lanjut:
Beberapa
jenis keju diproses lebih lanjut setelah matang, misalnya diasap, dibuat
menjadi keju lembaran seperti Kraft sliced yang kita kenal di Indonesia, atau
dibentuk kotak kecil seperti La Vache Qui Rit, si sapi tertawa asal Perancis
yang juga dapat ditemui di supermarket besar di Indonesia.
Keju dapat digolongkan menjadi beberapa
kelompok berdasarkan konsistensinya:
Keju
segar (fresh/unripened) yang tidak mengalami proses pematangan.
Rasanya
biasanya netral dan tidak begitu asin, berbentuk seperti krim karena mengandung
lebih dari 70% air, serta tidak begitu awet.Contohnya Cottage, Philadelphia
dari Amerika Serikat, Ricotta, Mascarpone dari Italia .Mozzarella yang biasa
ditaburkan di atas pizza pun ternyata termasuk keju fresh, karena walaupun
bentuknya semikeras, ia tidak mengalami proses pematangan.
Keju
lunak
baik yang berkulit seperti Brie, Camembert
dari Perancis maupun yang tanpa kulit seperti Limburger si super bau dari
Belgia dan Feta dari Yunani.Ciri utamanya adalah memiliki konsistensi yang
empuk dan lembut, walaupun agak sulit dioleskan.Dalam proses pembuatannya,
gumpalan (curd) dipotong-potong kira-kira sebesar bola pingpong dan keju
dimatangkan sekitar 2-4 minggu.
Keju
iris semikeras,
yang
walaupun agak empuk, jika diiris memiliki bentuk yang tetap.Contohnya Bel Paese
dari Italia. Sebagian besar blue cheese termasuk golongan ini, misalnya Stilton
dari Inggris, Gorgonzola dari Italia, Roquefort dari Perancis, dll.
Keju
iris
Jenis
yang terkenal misalnya Edamer dan Gouda dari Belanda, serta Cheddar dari
Inggris. Keju Kraft yang kita kenal di Indonesia adalah juga jenis
Cheddar.Dalam pembuatannya, gumpalan dipotong-potong sebesar kacang polong dan
keju dimatangkan antara 4-12 minggu.
Keju
keras.
Dalam
proses pembuatannya, gumpalan dipotong menjadi bagian yang sangat halus,
kira-kira sebesar butiran gandum. Masa pematangannya minimal 3 bulan.Keju yang
sangat keras kadang dimatangkan sampai 3 tahun, dan biasa dinikmati dengan cara
diparut, misalnya Parmesan dari Italia. Contoh lain dari keju keras adalah
Emmentaler dari Swiss. Keju jenis ini biasanya sangat tahan lama.
Pemanfaatan Keju
Sementara kebanyakan orang Indonesia hanya
mengkonsumsi keju saat sarapan sebagai isi roti atau sebagai bahan pembuat kue
kering di hari raya, sebetulnya terdapat banyak cara menikmati keju.
Misalnya dengan mencampurkan dalam salad.
Keju iris seperti Cheddar dipotong dadu dan disajikan bersama salad hijau,
tomat, dan bahan-bahan lain. Ada lagi salad khas Mediterania, yaitu irisan
Mozzarella, tomat, daun basil dan olive (zaitun) yang disajikan dengan dressing
dari minyak zaitun dan cuka.
Keju juga dapat dimasak sebagai taburan
pada schotel atau gratin. Atau sebagai teman makan pasta. Kadang orang
memanggang steak atau sayur-sayuran dengan keju di atasnya, hanya sekitar 10
menit agar keju meleleh. Sebagai isi pie, keju dengan sayur-sayuran menjadi
pilihan yang baik untuk mengurangi konsumsi daging.
Blue cheese sering dibuat salad dressing,
walaupun baunya seringkali kurang akrab untuk kita. Saus untuk teman makan
steak ada pula yang dibuat dari keju. Bahkan orang Swiss suka membuat sup dari
keju.
Dalam bentuk kue dan makanan penutup, kita
mengenal cheesecake yang terbuat dari keju krim. Atau tiramisu yang manis dan
beraroma kopi yang terbuat dari Mascarpone. Orang Italia juga biasa membuat kue
dari Ricotta.
Di Perancis dan negara-negara Eropa
Selatan, keju juga dikenal sebagai "penutup lambung" alias sebagai
hidangan penutup, ditandem dengan anggur yang sesuai.
Orang Swiss juga suka makan keju sebagai
fondue, hidangan yang dimasak dalam kuali yang dipanaskan di meja makan. Keju
untuk fondue adalah keju yang mudah meleleh,seperti fontina dan gruyere.
Nilai gizi
Keju merupakan makanan yang mengandung
konsentrat nutrisi. Kandungan gizinya sangat baik untuk anak-anak yang ada
dalam masa pertumbuhan. Juga untuk kaum vegetarian, yaitu mereka yang hanya
memakan sayur-sayuran dan berpantang daging, keju dapat digunakan sebagai
pengganti daging karena kandungan proteinnya yang tinggi. Sebagai contoh, pada keju keras, seperti
Chedar, setiap 100 gramnya menyuplai 36% protein, 80% kalsium, 34% lemak dari
total kebutuhan gizi yang direkomendasikan per harinya (recommended daily
allowance). Konversi susu menjadi keju memberikan keuntungan tersendiri karena
sebagian besar lemak dan proteinnya telah dicerna oleh enzim dalam proses
pembuatan keju sehingga lebih mudah diterima oleh sistem pencernaan
manusia.
Apa pun keju yang Anda pilih, perhatikan
selalu tanggal kadaluwarsanya. Keju yang sudah melewati waktu batas pemakaian,
terasa tengik dan mengganggu kesehatan bila tetap dimakan. Setelah dibuka keju
sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara supaya tidak kering, di dalam lemari
pendingin. Sebelum dimakan, baik sekali bisa dikeluarkan dulu dari lemari
pendingin satu jam sebelumnya
Bagi masyarakat di negara Barat, terutama
Eropa, keju adalah makanan lazim yang tidak hanya sebagai teman makan roti,
cheese cake atau cheesecake, cake keju, kue keju tapi juga menjadi paduan dalam
berbagai menu makanan. Bahkan, bagi yang kurang suka minum susu, cheese cake
atau kue keju bisa jadi pengganti. Ini karena keju berbahan dasar susu sehingga
kandungan nutrisinya setara. Bagi masyarakat kita, keju masih dianggap sebagai
makanan kelas menengah ke atas. Masyarakat yang biasa mengonsumsi keju atau
cheesecake, sebagian besar masih sebatas mengonsumsi cake keju sebagai teman
makan roti atau sebagai bahan pelengkap roti dan kue yang dapat ditemui di
factory cheese cake atau cheesecake factory terdekat. Keju,
dalam kamus wikipedia, berasal dari kata Inggris kuno yaitu cese dan chiese,
atau dari bahasa latin caseus. Dalam bahasa Jerman adalah kase, sedangkan di
Prancis adalah fromage, serta Spanyol dan Italia menamakan produk ini sebagai
queso dan formaggio. Keju terbuat dari bahan baku susu baik itu susu sapi,
kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya dilakukan dengan pembentukan dadih,
setelah lebih dulu melakukan pasteurisasi terhadap susu untuk menghilangkan
bakteri patogen sekaligus menghilangkan bakteri pengganggu dalam proses
pembuatan dadih. Untuk produk yang sudah jadi anda bisa mengunjungi cheese cake
bandung atau cheese cake tangerang terdekat. Menurut
pakar gizi dari Universitas Airlangga Surabaya, Dr dr Sri Adiningsih MS MCN,
kandungan nutrisi dalam keju tergantung pada susu sebagai bahan dasarnya. Makin
bagus kualitas susu dilihat dari kandungan nutrisinya, makin bagus pula
kualitas keju tersebut seperti yang terdapat di cheese cake factory atau
factory cheesecake. Makin tinggi kandungan lemak pada susu tersebut, makin
tinggi pula kandungan lemak pada keju, sehingga dalam memilih keju yang cocok
di factory cheese cake ataupun cheesecake factory, tinggal melihat pada
kandungan gizi yang disesuaikan dengan kebutuhan tubuh kita. Kita tinggal
menyesuaikan dengan usia dan kebutuhan gizi yang kita butuhkan, sehingga kita harus
pintar-pintar membaca label gizi dalam kemasan makanan. Misalnya, makin
bertambah usia kita atau memiliki berat badan berlebih, sebaiknya memilih keju
berkadar lemak rendah. Anda bisa memilih keju yang sesuai di cheese cake
factory atau factory cheesecake yang sudah dikenal banyak olah masyarakat.
Biasanya terdapat cheese cake bandung atau cheese cake tangerang.
Kandungan
gizi utama dalam keju, terdiri dari protein, kalsium, fosfor, zinc, vitamin A,
lemak, dan zat lainnya. Laktosa, salah satu bahan dalam keju, adalah sumber
karbohidrat utama. Kandungan gizi tersebut juga terdapat di cheesecake bandung
dan cheesecake tangerang. Sayangnya, kandungan laktosa banyak yang hilang
akibat proses pembuatan keju yang diproses dengan cara alamiah (tanpa teknologi).
Dalam beberapa literatur, disebutkan ada beberapa jenis keju yang tidak boleh
dikonsumsi wanita hamil yang dikhawatirkan mengandung bakteri berbahaya.
Semisal jenis brie, camembert, blue cheese, yang merupakan jenis kejulunak,
serta jenis lain yang dibuat dari susu kambing atau domba. Kesemua jenis keju
tersebut dapat anda temui di cheesecake bandung dan cheesecake tangerang. Sebaliknya, larangan itu belum
bisa dibuktikan secara ilmiah karena baru sebatas dugaan. Bahkan, untuk
mengonsumsi keju bagi wanita hamil yang sulit untuk minum susu karena pengaruh
mual yang biasa dialami di usia kehamilan muda (3-4 bulan), agar mendapatkan
nutrisi yang setara.
apakah ada perbedaan rasa antara beberapa jenis keju di atas? Toko Online Murah
BalasHapusapakah ada perbedaan rasa antara beberapa jenis keju di atas? Toko Online Murah
BalasHapus